Minggu, 13 Juni 2010

Arsitektur Diktator

Awal abad ke dua puluh adalah masa pergerakan dunia baru. Dalam seni dan arsitektur masa ini dikenal sebagai jaman aliran internasional atau The International Style. Di samping aliran internasional, jaman ini juga ditandai dengan bermunculannya arsitektur diktator. Dibangkitkannya kembali gaya arsitektur Romawi yang dikenal juga sebagai langgam neoklasik, sebagai penanda hegemoni kekuasaan - The return of Roman Empire's glory.
Di awal abad ke dua puluh para diktator bermunculan dan mengukuhkan kekuasaannya salah satunya melalui arsitektur. Hittler 'menata ulang' ruas jalan Unter den Linden dan menciptakan aksis kekaisaran Jerman baru. Ia juga megninisiasi pembangunan menara televisi di Berlin. Sementara Musolini membangun gedung bergaya kuil Romawi di Piazza Venezia beraksis ke Piazza del Popolo.

Mengapa para diktator memilih mengadopsi arsitektur Romawi tentu bukan tanpa alasan. Bangsa Romawi adalah bangsa yang dipuja sebagai bangsa besar sekaligus pencipta peradaban Eropa. Bangsa ini pun menguasai kawasan Eropa Barat dan sebagian dataran Afrika Utara sampai diambil alih oleh kekaisaran Otoman (Turki). Peninggalan-peninggalan kejayaan Romawi berbekas di bentangan Eropa Barat sampai Afrika Utara. Arc de Triomphe, Colloseum dan jembatan air (di Prancis disebut Pont du Gard) bisa ditemukan di hampir seluruh Eropa Barat dan Afrika Utara.

Kemegahan dan kekuasaan bangsa Romawi menjadi legenda. Bahkan Paus memutuskan untuk memindahkan pusat kekuasaan dari Avignon di Prancis ke Roma pada masa Renaisans, ketika berbagai catatan dan karya-karya peninggalan bangsa Romawi diketemukan kembali di Eropa. Tidak mengherankan jika para diktator memilih untuk mengadopsi gaya arsitektur bangsa Romawi untuk menunjukkan kekuasaan mereka. Untuk menunjukkan mimpi ingin menjadi besar seperti kekaisaran Romawi.

Saya baru ngeh dengan langgam neoklasik ini yang dilihat sebagai arsitektur diktator melalui sebuah kuliah tentang arsitektur di Prancis. Sang dosen memaparkan hasil penelitiannya yang terutama berada di Rusia. Sebuah sudut pandang menarik yang semakin menunjukkan kendali penguasa terhadap wajah arsitektur kota atau bahkan negara.

Di Indonesia, langgam neoklasik ini disalahartikan dalam industri properti menjadi gaya mediterania. Padahal yang namanya gaya mediterania adalah rumah-rumah rakyat dengan tangga masuk di luar, tanpa pagar dan tanpa halaman. Masyarakat awam Indonesia yang tidak mengerti sejarah arsitektur tentunya merasa mendapat prestise jika memiliki rumah berlanggam 'mediterania' (baca: bergaya Eropa) yang simetris dengan kolom tinggi bergaya Ionoc atau Doric di depan rumah, yang sesungguhnya adalah langgam neoklasik atau langgam pilihan para diktator.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar