Jumat, 24 Juni 2011

Pengakuan dalam bahaya (Hutan Hujan Sumatra)!

Siapa sih yang tak kenal UNESCO? Mungkin banyak juga sih yang tidak kenal UNESCO. Lembaga ini merupakan salah satu anak PBB yang bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan. Lembaga ini menerbitkan daftar warisan budaya bagi setiap negara, yang mereka akui memiliki nilai universal dan 'keaslian' yang unik. 

Indonesia telah menempatkan tujuh situs dan empat warisan budaya tak benda berupa unsur kesenian tradisi sebagai World Heritage atau warisan budaya dunia yang diakui UNESCO. Saat ini pemerintah melalui kementrian kebudayaan dan pariwisata semakin gencar mengajukan berbagai unsur kesenian tradisi (warisan budaya tak benda) agar diakui sebagai warisan budaya dunia. Kekayaan budaya terakhir yang diakui adalah angklung. 

Hari Rabu lalu, 22 Juni 2011, salah satu situs warisan budaya dunia milik Indonesia dicantumkan ke dalam daftar warisan budaya dunia dalam bahaya (World Heritage In Danger).  Situs tersebut adalah hutan hujan Sumatera yang melingkupi tiga taman nasional, yaitu, Taman Nasional Gunung Leuser, Kerinci Seblat dan Bukit Barisan Selatan yang luas keseluruhan mencapai 2,5 hektar. Alasan penggeseran situs ini menjadi situs dalam bahaya adalah karena perburuan, pembalakan liar, merambatnya areal pertanian dan rencana pembangunan jalan melewati kawasan hutan lindung. Tak bisa dipungkiri, pembangunan jalan akan mengakibatkan perkembangan tak terencana di sekitarnya. Sudah bisa dipastikan, kawasan hutan akan semakin rusak jika pembangunan jalan tetap dilakukan tanpa rencana matang dan rancangan global.

Sebetulnya apa sih pentingnya mendapatkan pengakuan dari UNESCO ataupun negara lain untuk situs-situs dan warisan tradisi? Jika pemerintah dan masyarakat luas tak mampu mengakuinya untuk kemudian menjaganya dengan baik, apa arti pengakuan internasional itu? Pengakuan dari luar tentu membantu memberikan semangat untuk melestarikannya di dalam. Akan tetapi, pengakuan dari dalam yang diikuti upaya pelestarian secara menyeluruh tentu akan lebih bermakna karena setiap warisan budaya adalah milik generasi sekarang, yang ditinggalkan oleh generasi pendahulu sebagai sarana pembelajaran, dan yang terpenting  adalah sarana pembelajaran bagi generasi mendatang.

Pengakuan itu penting, tapi cukupkah berhenti sampai di situ? Sudah banyak warisan budaya kita yang secara terang-terangan berada dalam ancaman kepunahan. Tak sedikit pula yang mengundang konflik karena diakui negara lain. Kita sendiri tak mampu mengakui dan menjaganya, tapi ketika pengakuan orang lain muncul barulah kita sibuk mengakui 'benda' tersebut.

Saatnya mengubah sudut pandang. Warisan budaya bukan sekedar peninggalan masa lalu, tapi merupakan bagian dari sejarah asal-usul manusia. Seorang muda mengatakan, warisan budaya ibarat kenangan peninggalan dari orang tua kita, tak mengakui warisan budaya sama saja dengan tidak mengakui keberadaan orang tua dan leluhur kita. Jika tak ingin 'harta keluarga' kita diambil orang lain, maka mulailah menjaganya sedikit demi sedikit. Jangan sampai ada lagi yang dalam bahaya!