Kamis, 28 April 2011

Para Dutch Est Indies

Diambil dari blog pribadi saya di Multiply, tulisan yang saya buat di akhir tahun 2010. Rasanya tulisan ini belum saya pasang di Saujana. Oleh karena itu, meskipun sudah agak lama, tulisan ini saya ambil dari dokumen di Multiply saya dan saya pasang di sini.

Diposting oleh ratri pada Dec 6, '09 12:28 AM 
...Berhubung aku tidak pergi ke mana-mana, kuputuskan untuk mengerjakan tugas paper bertema Migration und Heimat (migrasi dan kampung halaman). Minggu lalu (atau dua minggu lalu) aku sudah menemukan materi yang akan kujadikan kajian tulisan. Materi itu tentang orang-orang (turunan) Belanda yang (terpaksa) harus meninggalkan Indonesia setelah Indonesia meraih kemerdekaan.

Sebelumnya aku mengira mereka itu ya warga Belanda biasa. Tak akan sulit bagi mereka untuk kembali ke Belanda karena mereka memiliki kewarganegaraan Belanda. Akan tetapi, setelah melakukan 'penelitian' (browsing :p), aku menemukan banyak hal menarik. 

Ternyata para warga Belanda yang sudah lama tinggal di Indonesia itu tidak terlalu diterima di negri asalnya. Bahkan mereka yang lahir dan tumbuh besar di Indonesia (beberapa merupakan campuran dan dikenal dengan nama Indo) selalu merindukann untuk kembali ke 'rumah' asal mereka alias Indonesia.

Di Berbagai belahan dunia, bahkan mereka sangat terikat dengan budaya Indo terutama makanan. Bagi mereka yang berdarah campuran, perbedaan fisik dengan kaum kaukasia lain membuat mereka kehilangan identitas. 

Generasi-generasi baru cenderung mencari atau berusaha mengukuhkan identitas mereka yang lain dari bangsa kaukasia. Hal ini selain disebabkan oleh perbedaan fisik, juga budaya dalam bahasa dan, terutama, makanan. Mereka menjadi seperti generasi yang tersesat.  

Di dunia maya kutemukan berbagai blog curhat mereka. Mereka bahkan membangun komunitas daring bertajuk Dutch East Indies (Indo). Dalam sebuah forumnya kulihat mereka membahas makanan kesukaan yang setahuku hanya akan disukai orang Indonesia. Mereka suka sambal, mereka suka petai (yang aku sendiri bahkan belum pernah memakannya) dan juga lumpia.

Dulu kupikir, orang Belanda yang kembali ke Belanda setelah perang dunia ke-2 tak akan menemui kesulitan apa-apa. Toh mereka kembali ke 'rumah'nya. Tapi ternyata tidak. Justru Indonesia dan segala sesuatu yang terkait dengannya adalah rumah mereka.

Generasi pertama selalu ingin kembali ke Indonesia walau sekedar berkunjung sebagai turis. Semantara generasi kedua dan selanjutnya, ingin mengunjungi Indonesia untuk mencari akar keluarga atau keluarga yang hilang. Selebihnya, mereka ingin membangun (atau mengukuhkan?) identitas mereka sendiri yang berbeda dari ras kaukasia maupun Asia. Mereka juga sedang berusaha mendokumentasikan warisan pusaka yang mereka miliki.

Aku tak tahu bagaimana dengan mantan kolonisator dari bangsa lain. Namun, pencarian untuk tugas ini sudah memperkaya kosakataku dengan sesuatu yang benar-benar baru dan sangat menarik untuk diketahui. Jangan pernah menutup mata dari hal-hal baru dan selalu membaca dengan pikiran bersih dan sudut pandang berbeda. 

Seorang pencinta Indonesia berkata padaku: berpikirlah dengan logika, bukan emosi. Karena watak orang Asia adalah emosional, sering kali logikanya tidak jalan dengan baik. Terbukti dari banyak blog Indonesia yang kukunjungi (terutama yang berbau agama) merasa benar sendiri dan kalau dikritik tak mau terima dengan lapang dada.

Para Indo ini sudah memberikan pelajaran baru yang luar biasa. Mereka ini tersebar di seluruh dunia dengan berbagai cerita. Cerita-cerita mereka akan selalu berkaitan dengan Indonesia. Asal mula keunikan identitas mereka dan pengobat kerinduan pada "kampung halaman".