Jumat, 12 Oktober 2012

Braga Project Poster

Exhibition starting today until 14 of October at Rutgers Chaps University, New Jersey, USA.

Braga Project, usulan untuk perbaikan kawasan Braga berdasarkan kondisi aktual.


Posternya sudah sampai ke Amerika, semoga orangnya segera menyusul :)
Wish I were there :(

Senin, 08 Oktober 2012

202 Tahun Bandung

Dirgahayu Bandung ke-202, 25 September 2012. Selama lebih dari 200 tahun perjalanan, sudah menjadi apakah kota ini? Semakin sehat atau semakin sakit? Akan dibawa ke mana ia di tahun-tahun mendatang?
Bandung selalu mengundang. Pesonanya yang rapuh selalu mampu membawa orang datang ke kota ini entah untuk tinggal maupun sekedar singgah. Beberapa tahun terakhir, Bandung berubah menjadi semakin metropolitan dengan bermunculannya struktur-struktur tinggi di berbagai bagian kota yang seolah tanpa rencana. Atau memang tidak terencana?
WHO (2001) mengidentifikasi  sebelas kriteria kota sehat, yaitu, bahwa kota harus merupakan lingkungan fisik yang aman, bersih, berkualitas tinggi; ekosistem yang stabil dan berdaya dukung untuk jangka panjang; komunitas yang kuat dan saling mendukung; memiliki tingkat partisipatif dan kontrol publik yang tinggi terhadap berbagai kebijakan yang mempengaruhi hidup, kesehatan, dan kesejahteraan warganya; adanya pemenuhan kebutuhan dasar untuk semua warga kota; adanya akses yang luas kepada pengalaman hidup dan sumber daya kota dengan berbagai kesempatan terhadap kontak sosial, interaksi dan komunikasi; ekonomi kota yang inovatif, vital dan beragam; adanya dorongan untuk selalu berhubungan dengan sejarah, warisan biologis dan warisan budaya warga kota; kompatibel dan mampu meningkatakan karakteristik kota yang telah ada; adanya pelayanan optimum terhadap kesehatan masyarakat yang layak bagi semua warga yang sakit; memiliki status kesehatan yang baik. Kehilangan satu dari kriteria tersebut, maka berarti tingkat kesehatan kota tersebut menurun. Bagaimana dengan Bandung?
Dari sebelas kriteria tersebut, berapa yang bisa dipenuhi oleh Bandung? Akan terlalu panjang untuk mengulas ke-11 kriteria kota sehat tersebut satu per satu. Penulis akan berfokus pada beberapa poin kriteria dalam pembahasan ini, yaitu, yang pertama adalah lingkungan fisik yang aman, bersih, berkualitas. Tingkat keamanan di Bandung menurun. Di surat kabar cukup sering ditemukan surat pembaca yang isinya meminta agar surat-surat berharga yang “terambil” orang dikembalikan pada pemiliknya. Pun demikian dengan kebersihan. Cukup banyak ulasan berita dan foto terpampang menunjukkan tumpukan sampah di pinggir jalan. Hal ini diperparah sikap warga bermental sampah. Mereka menganggap ruang kota sebagai tempat sampah besar sehingga dengan bebasnya melempar berbagai sampah dari dalam mobil ke jalan atau sungai. Belum lagi masalah air bersih yang terbatas.
Poin berikutnya “adanya akses yang luas kepada pengalaman hidup dan sumber daya kota dengan berbagai kesempatan terhadap kontak sosial, interaksi dan komunikasi”. Banyak apartemen dan hotel tinggi sekarang tengah dibangun. Hunian-hunian vertikal berdiri megah di berbagai sudut kota tanpa pengaturan yang jelas. Rumah-rumah cul-de-sac pun semakin merajalela. Dinding kokoh membenteng rumah-rumah mewah yang pada akhirnya memutus komunikasi antara penghuni yang sebetulnya saling bertetangga dan semakin menampakkan kesenjangan sosial yang memang sudah tampak. Pengalaman hidup di kota pun menjadi semakin monoton dengan berdirinya mal-mal baru. Meskipun banyak mal gagal menarik simpati pengunjung, selalu muncul mal baru di sisi kota yang lain. Interaksi sosial dan komunikasi menjadi barang langka. Orang hanya sekedar saling melihat tanpa perasaan di dalam mal. DK Halim dalam Psikologi Lingkungan Perkotaan (2008) menyatakan bahwa banyaknya mal bukanlah tanda peningkatan ekonomi suatu kota tetapi tanda sakitnya suatu kota. Benih-benih perpecahan pun bermunculan didukung oleh individualisasi warga kota dalam hunian vertikal dan mal. 
Juga penting untuk melihat “adanya dorongan untuk selalu berhubungan dengan sejarah, warisan biologis dan warisan budaya warga kota” yang terkait erat dengan poin “kompatibel dan mampu meningkatkan karakteristik kota yang telah ada”. Warga kota yang baik dan sehat adalah warga yang peduli dengan sejarah dan budaya kotanya. Disitulah kedinamisan budaya berkembang. Kota yang tidak peduli dengan sejarahnya sama seperti orang yang mengalami hilang ingatan. Sejarah dan budaya kota membentuk karakter kota tersebut. Warga kota harus dapat melihat perkembangan kotanya melalui lapisan-lapisan kota yang terbentuk. 
Bandung memiliki karakter kuat sebagai kota abad 20 yang dibangun sangat terencana dengan perkembangan pesat. Kota ini membutuhkan orang-orang kompeten yang mampu meningkatkan karakteristik kota yang telah ada. Namun yang terjadi saat ini adalah ketidak-kompetenan mengambil alih kota secara paksa sehingga karakter kota yang khas berkurang dari hari ke hari digantikan apartemen dan hotel-hotel mewah. 
Lihat saja kawasan Braga yang gedung-gedung berarsitektur art-deconya berguguran satu demi satu. Dimulai dengan munculnya Braga city walk yang menjadi mal sepi pengunjung, disusul dengan hotel Genuci berlantai lima belas, dan sebentar lagi hotel Ibis berlantai entah berapa belas. Karakter Braga yang ramah pejalan kaki dan aman semakin menghilang. Belum lagi jalan andesit yang bermasalah. Daripada membuat Braga sekarat dalam waktu tak terbatas, apakah tidak lebih baik jika kawasan ini di-euthanasia saja sekalian?
Bandung 202 tahun rupanya belum mendapat perhatian layak dari warga dan para pemangku jabatannya. Ia dipaksa menjual diri untuk kepentingan komersil kalangan tertentu. Meskipun pamornya tak pernah turun, ia kelelahan dan terbebani. Untungnya semakin banyak anak-anak Bandung yang berkarya untuk menyelamatkannya. Rupanya, “hantu-hantu” Bandung baheula tetap menebar pesonanya (penulis, PR 2011).