Kamis, 22 April 2010

Bandung, kenapa Parijs van Java?

Ditulis 14 Februari 2010 jam 20:33, diterbitkan di Warta Heritage Bandung Heritage

Bandung adalah Parisnya pulau Jawa. Itulah julukan kota Bandung pada era kolonial.
Apa sebenarnya yang menyebabkan Bandung mendapatkan julukan itu?
Dengan ingatan yang sedikit samar-samar, dari beberapa sumber bacaan tentang Bandung dan sejarahnya, saya ingin mencari penyebab munculnya julukan itu.

Bandung dirancang dengan pola tata kota yang sangat 'Eropa', mengikuti mode arsitektur dan tata kota masa itu. Ke-Eropaan Bandung didukung oleh keinginan bangsa Eropa untuk memfasilitasi dan menciptakan kawasan di negeri tropis yang mirip dengan rumah mereka di Eropa, seperti bangsa Romawi yang membawa arsitekturnya ke setiap negara jajahan mereka. Bisa dikatakan usaha mereka itu sangat berhasil. Bandung memiliki rancangan kota yang sangat baik. Dilengkapi berbagai fasilitas penunjang kehidupan dan rekreasi bagi warganya.

Dalam sebuah tulisan tentang bioskop di Bandung, disebutkan bahwa di masa kolonial, warga Eropa yang datang ke Bandung sangat terkesan dengan kualitas kota ini yang sangat 'Eropa'. Dalam teks itu pun disebutkan bahwa kualitas bioskop di Bandung menyamai kualitas bioskop terbaik di Belgia pada masa itu yang merupakan bioskop terbaik di Eropa. Bandung pun terkenal (dulu) dengan kawasan perbelanjaan Braga-nya. Kota ini menjadi pusat orientasi mode warga Eropa di pulau Jawa. Bisa dikatakan, Bandung adalah kota aktivitas budaya. Hingga hari ini, tak terhitung banyaknya musisi dan penulis yang berasal dari Bandung.

Bandung pun dirancang sebagai kota taman. Hal ini terlihat dari banyaknya taman yang bertebaran di kota Bandung. Seorang wanita Belanda yang melewatkan masa kecilnya di Indonesia, menulis dalam websitenya bahwa ia sangat terkesan dengan taman di sebuah hotel di Bandung yang bernuansa negeri dongeng yang dihiasi bunga berwarna-warni. Tidak heran bila kota kembang menjadi salah satu julukan Bandung.

Lalu apakah yang menyebabkan warga Eropa di Indonesia sampai berani menyamakan Bandung dengan Paris?

Melihat kembali jejak sejarah, Paris adalah sebuah kota yang pada abad ke 17-18 dirancang ulang oleh Haussmann untuk memperbaiki sistem sanitasi kota yang berasal dari masa abad pertengahan. Struktur pusak kota lama dibabad habis dan dibangun dengan struktur dan tata kota yang lebih teratur. Di Paris pun dibangun ruang-ruang terbuka dan taman-taman kota.

Paris tidak bisa dilepaskan dari aktivitas budaya warga Prancis. Untuk sebuah eksposisi internasional, menara Eiffel dibangun dan hari ini menjadi simbol yang melekat erat dengan Paris. Seniman-seniman ternama dari seluruh Eropa pergi ke Paris untuk mencari inspirasi. Sebut saja Vincent van Gogh yang pernah tinggal selama dua tahun di kawasan Montmartre, Paris, sebagai perwakilan seniman ternama.

Persamaan kualitas inilah yang rupanya mampu membuat warga Eropa yang datang ke Bandung menyebutnya Paris of Java (Parijs van Java).

Jika di Paris (dan Eropa secara umum) bangunan-bangunan tua dijaga kondisinya sebaik mungkin, itu adalah berkat Revolusi Prancis. Setelah Revolusi Prancis, masyarakat intelektual Prancis memutuskan bahwa tidak semua yang berasal dari masa lalu, seburuk apapun kenangan yang dibawanya, wajib dihancurkan. Sebaliknya, ia harus dilindungi demi pembelajaran di masa depan tentang kejadian di masa lalu.

Bagaimanakah keadaan Parijs van Java hari ini?
Sangat menyedihkan. Identitas sejarah kota hampir punah direnggut yang namanya modernisasi dan budaya pop. Sedikit orang yang mau dan mampu menjaga rumah 'kuno'nya sebagai mana mestinya. Padahal jika satu kawasan perumahan dari era kolonial bisa dijaga keasliannya, kawasan ini bisa menjadi objek studi dan wisata jalan-jalan bagi warga kota maupun luar kota.

Dosenku di Eropa bertanya, jika Bandung, begitu berharga dengan Art Deconya, apakah kalian memberikan kesempatan pada pengunjung untuk menikmati keindahan itu?
Sayang sekali, hanya sedikit yang peduli untuk menjaga dan 'menjual' bangunan-bangunan Art Deco yang berharga sebagai peninggalan sejarah pada pengunjung. Bandungku sekarang hanya terkenal oleh wisata kuliner dan belanjanya.

Bandung tidak lagi sejuk. Bandung meranggas. Pohon-pohonnya hilang berganti balibo dan reklame iklan. Bangunan tua bergaya Art Deco hilang satu per satu digantikan berbagai macam pusat perbelanjaan. Braga sudah lama kehilangan pamornya. Parijs van Java hanya menjadi nama salah pusat perbelanjaan di kota ini. Parijs van Java sekarat.

Masyarakat sekarang sibuk mencarikan identitas baru untuk Bandung dengan kota kreatifnya. Pertanyaannya adalah apakah perlu mencari identitas baru? Ataukah lebih baik menghidupkan kembali kenangan Parijs van Java dan menambahkan kreativitas sebagai penguatnya, pendukungnya? Toh kegiatan kreatif juga tetap berlangsung dalam ruang kota yang sudah terbentuk dan berevolusi selama 200 tahun.

I love Bandung, though she's tired with her burden, though she looks old of chaos. What can I do for you?






Tidak ada komentar:

Posting Komentar