Jumat, 14 Januari 2011

Fenomena topeng monyet

Baru saja saya membaca tulisan berjudul waralaba topeng monyet. Satu tulisan yang menarik. Saya baru tahu kalau ternyata kemunculan topeng monyet ini sudah berlangsung hampir 2 tahun. Maklum, ketika itu sedang merantau. Sementara topeng monyet menjamur, anak jalanan, pengamen dan pengemis berkurang drastis. 

Hampir di setiap perempatan jalan, di sudut lampu merah bisa ditemui topeng monyet. Atraksi yang ditampilkan rata-rata sama, tak ada keunikan antara satu dengan yang lain. Kembali ke tulisan tentang waralaba topeng monyet tadi, seandainya para pelaku lebih kreatif dan menyajikan atraksi yang berbeda di setiap tempat, tentu para pengguna jalan akan lebih terhibur. Seperti dibahas di tulisan ini. Saya sebetulnya kasihan dengan monyetnya. Mereka dieksploitasi sedemikian rupa. Dari mana pula orang-orang itu mendapatkan monyet-monyet?

Ketika saya menjalani wawancara untuk satu developer besar, ternyata sang pewawancara - manajer HRD perusahaan tersebut - aktif bergiat di dunia sosial yang berhubungan dengan masyarakat kelas bawah. Saya pun bertanya padanya tentang fenomena topeng monyet ini. Menurutnya, topeng monyet muncul karena anak jalanan dan pengemis, sebagai salah satu metoda mencari uang sudah kehilangan simpati masyarakat umum. Dengan kata lain, masyarakat umum sudah tidak tergerak hatinya ketika melihat anak-anak jalanan dan pengemis. Tentunya ini berbanding lurus dengan penghasilan yang mereka peroleh. Mudah ditebak bahwa rupanya pendapatan menurun dari sektor ini. Singkat kata para pelaku mencari alternatif lain dan pilihan pun jatuh pada topeng monyet.

Sebetulnya saya lebih terhibur oleh para pengamen di Bandung yang bisa dikatakan kreatif. Sayangnya kreativitas itu tampaknya menurun. Dulu di salah satu perempatan, ada pengamen calung yang membawakan lagu-lagu berbahasa Sunda. Menurut saya unik dan menarik. Sayangnya lagu-lagu yang dibawakan sering kali berlirik vulgar. Coba dia menyanyikan lagu Sunda yang lebih baik liriknya, mungkin bisa saya rekomendasikan ke sanggar seni.

Kembali ke topeng monyet, hari ini saya tak melihat topeng monyet di beberapa perempatan tempat mangkal mereka. Entah apa yang terjadi. Apakah penghsilan mereka menurun ataukah mereka terkena pelarangan tampil. Bagaimanapun, topeng monyet masih lebih baik daripada mengemis, apalagi menyuruh anak-anak mengemis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar