Jumat, 21 Mei 2010

Tentang saujana budaya - sebuah perkenalan

Konsep saujana budaya adalah konsep konservasi secara menyeluruh yang diajukan UNESCO pada tahun 1990an. Konsep konservasi ini melihat satu kawasan dan penghuni (asli)nya sebagai unsur penting dalam manajemen konservasi area yang dilestarikan.

Dalam bahasa Inggris, Saujana Budaya dikenal dengan Cultural Landscape. Banyak orang salah mengartikan Cultural Landscape dengan pertamanan atau di Indonesia lebih populer dengan sebutan Lanskap.1

Menurut konvensi UNESCO, terdapat tiga tipe Saujana Budaya:
1. the clearly defined landscape designed and created intentionally by man. This embraces garden and parkland landscapes constructed for aesthetic reasons which are often (but not always) associated with religious or other monumental buildings and ensembles. Bentang alam yang memang sengaja dibuat oleh manusia yang wujudnya bisa berupa taman, kebun yang dirancang untuk alasan estetis dan dikaitkan dengan kesatuan keagamaan atau bangunan monumental lainnya.
2. The second category is the organically evolved landscape. This results from an initial social, economic, administrative, and/or religious imperative and has developed its present form by association with and in response to its natural environment. Such landscapes reflect that process of evolution in their form and component features. Bentang alam yang berevolusi secara organik, maksudnya adalah bentang alam yang telah terbentuk secara karena aktivitas manusia yang berkelanjutan dan menunjukkan perubahan yang berlangsung secara perlahan.
They fall into two sub-categories:
a) a relict (or fossil) landscape is one in which an evolutionary process came to an end at some time in the past, either abruptly or over a period. Its significant distinguishing features are, however, still visible in material form. Bentang relik yang menunjukkan proses perubahan dan berakhir pada suatu masa di masa lalu. Sederhananya bentang ini diwakili wujudnya oleh peninggalan situs arkeologi di kawasan yang bersangkutan.
b) continuing landscape is one which retains an active social role in contemporary society closely associated with the traditional way of life, and in which the evolutionary process is still in progress. At the same time it exhibits significant material evidence of its evolution over time. Bentang alam berkelanjutan adalah bentang alam yang mengandung kegiatan sosial aktif yang berkaitan dengan pola hidup tradisional dan proses perkembangan/perubahan masih berlangsung. Contohnya adalah kawasan pertanian yang bisa disebut sebagai bentang alam yang bisa 'dibaca' sejarahnya.
3. The final category is the associative cultural landscape. The inclusion of such landscapes on the World Heritage List is justifiable by virtue of the powerful religious, artistic or cultural associations of the natural element rather than material cultural evidence, which may be insignificant or even absent.
Kategori ini hanya melihat asosiasi suatu elemen alam terhadap aktivitas keagamaan atau budaya di kawasan tersebut. Misalnya gunung Meru yang dianggap sakral oleh pemeluk Hindu, maka gunung tersebut dianggap sebagai saujana budaya.

Negara yang memiliki kawasan saujana budaya terbanyak yang diakui UNESCO adalah Italia dengan Costiera Amalfitana, Cilento & Valo di Diano, Sacri Monti, Val d'Orcia, Cinque Terre. Italia tahu betul bahwa sumber kekayaan mereka adalah peninggalan sejarah, maka mereka bergerak sangat cepat dalam perihal pelestarian benda (dan tempat) cagar budaya.

Bagaimana dengan Indonesia?

1 Disadur dari catatan Facebook dan blog saya di Multiply


Tidak ada komentar:

Posting Komentar