Sebuah pesan masuk, seseorang meminta saran untuk desain pemanfaatan lahan ex-Palaguna. Ia mendapat tugas kuliah untuk merancang kawasan tersebut. Saya katakan bahwa kawasan tersebut memiliki potensi budaya. Di sekitarnya terdapat Gedung Merdeka yang bersejarah, hotel Swarha yang telah lama beralih fungsi menjadi pertokoan, masjid agung kota dan alun-alunnya.
Saya sarankan untuk membuat sebuah kompleks pusat kebudayaan di lahan Palaguna tersebut dengan mempertimbangkan aspek-aspek tadi. Saya sarankan untuk membuat pusat kebuadayaan berisi galeri skala kota (untuk umum) karena galeri yang ada di Bandung saat ini hampir semua merupakan milik pribadi, perpustakaan dan mungkin arena kesenian (terbuka dan tertutup) untuk mengakomodasi kegiatan budaya mengingat masyarakat bandung, terutama kaum muda sangat dinamis dan kreatif. Pusat kebudayaan ini akan sangat mendukung misi Bandung kota kreatif karena akan dapat mengakomodasi kebutuhan berkreasi warganya. Selain itu, Bandung sudah mulai jenuh dengan banyaknya sarana komersial yang semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Akan tetapi, ia menolak ide saya. Katanya tampaknya kawasan tersebut kembali akan dijadikan kawasan komersial dan ia lebih memilih ide membuat kawasan komersial. Bagi saya tidak jadi masalah, toh ini hanya saran untuk tugas kuliah. Namun saya menyayangkan pola pemikiran yang hanya tertumpu pada perancangan tanpa melihat aspek budaya dan waktu. Sesuatu yang saya pelajari selama dua tahun terakhir, sebuah pengetahuan tentang manajemen.
Rupanya kacamata arsitek perancang dan kacamata manajemen sedikit berbeda. Deasin yang cantik memang penting tapi ia tidak bolah mengorbankan unsur-unsur pendukung untuk menentukan fungsi (baru) suatu kawasan.
Pagi ini saya membaca tulisan seorang kawan yang dimuat di sebuah harian nasional. Beliau menuliskan bahwa pemerintah kota akhirnya memutuskan untuk membuat perpustakaan di lokasi Palaguna tersebut. Ide ini ternyata mendapat dukungan dari pembaca. Jadi saya rasa apa yang saya sampaikan pada kawan lain untuk tugas kuliahnya sudah berada pada jalur yang benar. Saya sudah berpikir logis dan terarah dengan melihat potensi dan permasalahan yang ada saat ini. Sayangnya, kebanyakan masyarakat Indonesia masih berkiblat ke Barat yang sangat logis dengan memakai pola pikir Timur yang emosional sehingga informasi yang terolah belum sempurna.
Kembali ke Palaguna, jika ide seperti yang telah saya utarakan (setidaknya sebagian) bisa dikembangkan, maka Bandung akan memperoleh pamor sebagai kota budaya, tidak hanya kota belanja dan makan. Kelengkapan sarana kota untuk akitivas kebudayaan akan sangat menunjang kemajuan kota dan kegiatan berkreasi masyarakat yang dinamis untuk Bandung kota kreatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar