Pertengahan tahun lalu saya kembali mengunjungi Museum Geologi Bandung. Terakhir kali saya berkunjung adalah ketika saya SMP. Hampir 15 tahun yang lalu.
Ternyata kondisi museum belum berubah sejak pertama kali saya kunjungi 15 tahun yang lalu. Dengan tata ruang yang masih sama. Semua koleksi tampak ditaruh begitu saja tanpa penjelasan berarti, tanpa penataan yang menarik. Bahkan di bagian batuan alam penjelasannya bahkan sama sekali belum diperbarui dengan data mutakhir. Sungguh sangat disayangkan karena koleksi museum tersebut cukup bagus. Terutama koleksi arkeologi berupa kerangka binatang purba dan replika tengkorak manusia purba.
Saya sebagai seseorang berlatar pendidikan arsitektur dan juga perancang selama 3 tahun merasa gatal ingin mengubah dan mempercantik tampilan koleksi museum agar bisa menarik lebih banyak pengunjung. Saya bahkan sempat mengintip buku tamu dan di sana terdapat tak sedikit nama asing yang tertulis. Artinya banyak pengunjung mancanegara datang ke museum ini, bahkan ada di antaranya adalah peneliti.
Bertolak dari pengalaman mengunjungi berbagai jenis museum di Eropa, mempercantik tampilan dan tata letak koleksi serta penambahan sedikit penjelasan sejarah tentu tidak akan menyakiti museum. Sebaliknya, saya yakin hal itu akan membantu museum berkembang dan menjaring lebih banyak pengunjung.
Di Museum Geologi Bandung, koleksi paling istimewa adalah kerangka T-Rex diikuti kerangka hewan langka lain dan replika tengkorak manusia purba. Untuk menjaring pengunjung usia muda (anak-anak), kerangka T-Rex adalah primadona. T-Rex bisa ditaruh di satu ruangan tersendiri, di tengah-tengah ruangan sebagai penarik perhatian. Di sekeliling ruangan akan sangat baik bila disusunkan semacam lukisan besar atau penjelasan tentang T-Rex dan dunia pra-sejarah dalam versi yang lebih baik daripada yang terlihat di foto.
Di sisi lain, koleksi batuan alam juga menarik, terutama yang berupa kristal. Jika pengelola museum pandai sedikit, ia bisa mengkaryakan seniman (atau pengrajin, siapa pun) untuk membuat perhiasan (aksesoris) dari batuan-batuan tersebut (dengan rancangan khas dan unik tentunya) dan menjualnya sebagai cinderamata. Jelas pangsa pasarnya tentu adalah kaum perempuan. Hasil penjualan bisa dimanfaatkan untuk pengelolaan museum dan penambahan serta perawatan koleksi.
Di bagian pintu masuk tempat terdapat dua tangga menuju lantai 1, akan lebih jika dibuatkan semacam pusat informasi dan mungkin toko cinderamata untuk menjual benda-benda yang berkaitan dengan koleksi museum. Jika di museum filateli bisa dibeli perangko, maka di Museum Geologi mungkin pengunjung bisa membeli miniatur T-Rex atau buku tentang kehidupan pra-sejarah di Indonesia.
Ini hanyalah sedikit ide untuk mengangkat (membuat lebih menarik) kekayaan yang sudah ada (dimiliki). Semoga ide ini suatu hari bisa diwujudkan demi pendidikan dan ilmu pengetahuan. Untuk mewujudkan ide ini diperlukan kerjasama antara arsitek, arkeolog dan perancang interior. Hal ini diperlukan karena di Indonesia belum dikenal ilmu yang bernama museografi sehingga profesi museolog (pengurus dan pengatur museum) juga belum dikenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar